Peran Polisi Dalam Penegak Hukum Dalam Proses Pidana.

  • Bagikan

PEKANBARU, Riau – Polisi adalah aparat penegak hukum yang langsung berhadapan dengan masyarakat.

Dalam Pasal 2 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, “Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan
ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat”.

Dalam Pasal 4 UU No.2 Tahun 2002 juga
menegaskan “Kepolisian Negara RI bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib, dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia”.

Penyelenggaraan fungsi kepolisian merupakan pelaksanaan profesi artinya dalam menjalankan tugas seorang anggota Polri menggunakan kemampuan profesinya terutama keahlian di bidang teknis kepolisian.

” Dalam menjalankan tugas sebagai penegak hukum, polisi senantiasa menghormati hukum dan hak asasi manusia. Oleh karena itu dalam menjalankan profesinya setiap insan kepolisian tunduk pada kode etik profesi sebagai landasan moral,” tegas Serdik Roni Syahendra Dik Sespimmen ke 61 Tahun 2021.

Kode etik profesi Polri mencakup norma prilaku dan moral yang dijadikan pedoman sehingga menjadi pendorong semangat dan rambu nurani bagi setiap anggota untuk pemulihan profesi kepolisian agar dijalankan sesuai tuntutan dan harapan masyarakat.

Jadi polisi harus benar-benar jadi pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, serta sebagai penegak hukum yang bersih agar tercipta clean governance dan good governance.

Etika profesi kepolisian merupakan kristalisasi nilai-nilai yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam wujud komitmen moral yang meliputi pada pengabdian, kelembagaan dan kenegaraan, selanjutnya disusun kedalam Kode
Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Etika profesi kepolisian terdiri dari :

a. Etika pengabdian merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap profesinya sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum serta pelindung,
pengayom dan pelayan masyarakat.

b. Etika kelembagaan merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap institusinya yang
menjadi wadah pengabdian yang patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan Bhayangkara dan segala martabat dan kehormatannya.

c. Etika kenegaraan merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan institusinya untuk senantiasa bersikap netral, mandiri dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik, golongan dalam rangka menjaga tegaknya hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Keberhasilan penyelenggaraan fungsi kepolisian dengan tanpa meninggalkan etika profesi sangat dipengaruhi oleh kinerja polisi yang
direfleksikan dalam sikap dan perilaku pada saat menjalankan tugas dan wewenangnya.

Dalam Pasal 13 UU Kepolisian ditegaskan tugas pokok kepolisian adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum,
dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Profesionalisme polisi amat diperlukan dalam menjalankan tugas sebagai penegak hukum, mengingat modus operandi dan teknik kejahatan semakin canggih, seiring perkembangan dan kemajuan zaman.

Apabila polisi tidak profesional maka proses penegakan hukum akan timpang, akibatnya keamanan dan ketertiban masyarakat akan senantiasa terancam sebagai akibat tidak
profesionalnya polisi dalam menjalankan tugas.

Tugas polisi disamping sebagai
penegak hukum (law enforcement) dan juga sebagai pemelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat (order maintenance officer).

“Polisi adalah ujung tombak dalam sistem keadilan sosial masyarakat. Di tangan polisilah terlebih dahulu mampu mengurai gelapnya kasus kejahatan,” sebutnya.

Polisi dituntut mampu menyibak
belantara kejahatan di masyarakat dan menemukan pelakunya.

Polisi juga harusmelakukan serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan bukti-bukti guna membuat terang suatu kejahatan dan menemukan pelakunya.

Berbagai macam jenis kejahatan yang telah ditangani pihak kepolisian dalam memberantas kejahatan demi untuk meningkatkan suasana yang aman dan tertib sebagaimana yang menjadi tanggung jawab pihak kepolisian.

Masyarakat dengan polisi tidak dapat dipisahkan. Konflik antara polisi dengan masyarakat juga sering terjadi karena ketidakprofesionalan dalam menjalankan tugas misalnya melakukan penyidikan tanpa surat dan dasar hukum yang kuat, melakukan penangkapan dan penahanan tanpa prosedur, melakukan kekerasan kepada tersangka dan sebagainya.

Tindakan keras dari kepolisian harus tetap berdasarkan aturan-aturan hukum yang berlaku dan menghormati HAM. Akan tetapi terkadang
dalam menghadapi situasi di lapangan, Polisi dihadapkan pada suatu keputusan dimana ia harus memilih suatu tindakan yang terkadang di luar batas kewenangannya dan di luar komando pimpinannya.

Diskresi merupakan kewenangan polisi untuk mengambil keputusan atau memilih berbagai tindakan dalam menyelesaikan masalah pelanggaran hukum atau perkara pidana yang ditanganinya.

Sangatlah penting bahwa diskresi ini dapat
dilakukan dengan benar dengan mempertimbangkan segala aspek atau hal- hal
diatas disertai etika yang baik seperti yang diuraikan sebelumnya.

Oleh karena itu dengan diskresi ini maka tindakan yang diambil oleh Polisi harus benar secara hukum.

Manfaat diskresi dalam penanganan masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat antara lain adalah sebagai salah satu cara pembangunan moral petugas kepolisian dan meningkatkan cakrawala intelektual petugas dalam menyiapkan dirinya untuk mengatur orang lain dengan rasa keadilan bukannya dengan
kesewenang-wenangan.

“Sekalipun demikian, penggunaan diskresi tetap harus berbasis standar operasional prosedur (SOP),” tutupnya singkat. ***

  • Bagikan