YLBHI soal Data Papua: Mahfud Buka Kedok Blusukan Jokowi

  • Bagikan

RIAUDETIL.COM – Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengkritik pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD bahwa data tahanan politik dan korban pembunuhan di Nduga, Papua adalah sampah.

Baginya, pernyataan Mahfud itu tidak mencerminkan seorang pelayan publik yang mestinya bertindak untuk kepentingan rakyat.

“Masa data orang meninggal diperlakukan seperti itu, sampah, artinya akan dibuang,” kata dia.

Selain itu, lanjut Asfi, pernyataan Mahfud juga bisa ditafsirkan bahwa aksi turun ke tengah warga alias blusukan yang selama ini dilakukan Presiden hanya pencitraan.

“Mahfud ini juga menafsirkan tindakan Jokowi bahwa sebagai presiden dia tidak akan baca. Padahal Jokowi saat mau jadi presiden selalu blusukan. Artinya kalau pernyataan Mahfud benar, dia sehingga membuka kedok presiden kalau blusukan yang artinya mendengarkan keluhan rakyat hanya pencitraan,” kata dia.

Sebelumnya, pengacara HAM sekaligus aktivis Papua Veronica Koman mengaku telah menyerahkan dokumen yang memuat nama dan lokasi puluhan tahanan politik Papua serta identitas 243 korban tewas operasi militer di Nduga kepada Jokowi melalui tim yang ada di Canberra, Australia.

Jokowi diketahui melakukan kunjungan kerja ke Australia pada Jumat (7/2) hingga Senin (10/2).

Mahfud kemudian menyebut surat yang disampaikan tim Veronica itu belum tentu dibaca.

“Belum dibuka kali suratnya, kan ada dari orang banyak. Rakyat biasa juga suka kirim ke presiden. Kalau memang ada, sampah sajalah itu,” ujar Mahfud di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/2).

“Yang saya tahu surat seperti itu banyak. Orang berebutan salaman, kagum, kemudian kasih map, amplop, surat itu. Ya mungkin bener aja dia ngirim tapi sama aja dengan surat-surat lain,” katanya.

Selain itu, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono juga membantah bahwa Presiden Jokowi sudah menerima dokumen itu.

Veronica Koman menilai pernyataan Mahfud ini sebagai indikasi penegakan HAM yang buruk di era Presiden Jokowi.

“Boro-boro dapat keadilan, untuk diakui adanya pelanggaran saja pun tidak. Pernyataan ini memberikan sinyal makin suramnya penegakan HAM di era saat ini,” kata Veronica saat dihubungi CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Rabu (12/2).

Meski begitu, Veronica mengaku tak kaget dengan pernyataan Mahfud itu mengingat rekam jejaknya.

“Mengingat beliau sebelumnya sudah pernah mengeluarkan pernyataan yang menyakiti hati rakyat yaitu bahwa tidak ada satu pun pelanggaran HAM di era Jokowi,” kata dia.

Menurutnya, dokumen itu telah diterima secara langsung oleh Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Canbera.

Bahkan, kata dia, Jokowi sempat melakukan swafoto dengan orang yang menyerahkan dokumen tersebut sesaat setelah keduanya bertemu.

“Yang menyerahkan bahkan sempat selfie dengan Pak Jokowi, malah Pak Jokowi yang pegang HP-nya. Cuma kan kami tidak mau fokus di masalah gimik, kami mau fokus di substansi yaitu soal data para korban ini,” kata Vernoica.

Dia juga mengklaim data tahanan politik Papua ini valid yang berasal dari kompilasi informasi para pengacara HAM dan aktivis yang menangani kasus-kasus di Papua.

Sementara, data korban di Nduga merupakan data yang dikumpulkan koalisi relawan masyarakat sipil yang secara swadaya membantu para pengungsi, termasuk mendokumentasikan yang meninggal.

“Kami ringkas jadi pendek untuk dibaca Pak Jokowi karena beliau orang sibuk. Laporan yang asli tebal karena tidak hanya memuat daftar nama dan umur, tapi juga tanggal dan cara kematian serta fotonya,” kata Vero. ***(CNNIndonesia)

  • Bagikan