Semangat Sejarah Sebagai Poros Kebangkitan (Refleksi 109 Tahun Harkitnas)

  • Bagikan
Abdullah

 

RIAUDETIL.COM – “Janganlah mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan segi tiga warna. Selama masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk, pekerjaan kita belum selesai! Berjuanglah terus dengan mengucurkan sebanyak-banyak keringat.” [Ir. Soekarno, Pidato HUT Proklamasi]

Untaian kalimat itu disampaikan Sang Proklamator dengan gagahnya di akhir akhir jabatannya. Barangkali segitiga warna yang beliau maksud adalah tiga kekuatan besar politik yang mewarnai di masanya. Sebab, di negeri ini memang masih banyak ratap tangis di gubuk-gubuk miskin, meskipun realitanya tahun demi tahun kita peringati Hari Kebangkitan Nasional, walaupun peringatan itu sendiri masih menyisakan polemik terkait sejarahnya.

Setiap tanggal 20 Mei bangsa kita memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) ini. Hari yang menjadi momentum perjuangan seluruh rakyat Indonesia dengan harapan bangkitnya semangat Nasionalisme, persatuan, kesatuan dan kesadaran sebagai sebuah bangsa untuk memajukan diri.

Ironis, peringatan Harkitnas tahun ini berlangsung di tengah ujian kedewasaan kita dalam berbangsa dan bernegara. Ada banyak ujaran kebencian, cekcok, beredarnya berita berita palsu atau hoax, perselisihan dan konflik, seakan kita kehilangan sebuah imajinasi yang pernah kita jaga, yaitu imaginasi kebersamaan: bahwa kita pernah bersama menghadapi penjajahan Belanda tiga setengah abad, bahwa kita pernah bersama mengusir penjajah Jepang dan Portugis, bahwa kita pernah bersama melewati fase fase kritis dan distentegrasi pasca proklamasi kemerdekaan, dan bahwa kita telah pernah bersama selama puluhan tahun membangun bangsa dan negara ini tanpa konflik-konflik horizontal berarti.

Kekuatan Sejarah

Itulah sejarah kita. Mempelajari sejarah bukanlah sekedar untuk mengetahui masa lalu, tapi lebih dari itu adalah memahami masa depan. Bahkan Hitler sekalipun, ketika berjuang membangun kekuatan Jerman, salah satu yang digunakan sebagai pembangkit semangat bangsanya adalah semangat sejarah.

Hitler mengingatkan pada rakyat Jerman bahwa mereka adalah bangsa Aria, bangsa yang secara arkeologis merupakan manusia modern pertama setelah masa purba. Sehingga bangsa Jerman adalah bangsa yang lebih maju dari manusia lainnya.

Hasilnya, Hitler berhasil membuat Jerman yang sudah terpuruk dalam perang dunia pertama, menjadi kekuatan paling menakutkan di Eropa. Jika saat itu bangsa Eropa tidak bersatu, tidak satupun mampu menghadapi kekuatan Jerman.

Begitu juga Italia dibawah kepemimpinan Mussolini. Ketika bersekutu dengan Jerman, Mussolini juga mengangkat isu sejarah sebagai salah satu bara semangat yang diajarkan. Ia menanamkan kepada bangsa Italia bahwa mereka adalah bangsa besar di masa lalu, masa Emperium Romawi.

Di Indonesia, Bung Karno juga mengingatkan pentingnya sejarah dalam salah satu pidatonya yang terkenal: Jas Merah. Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Sebab sejarah punya kekuatan.

Memudarnya Makna Kebangkitan Nasional

Hari ini, sejarah imaginasi kebersamaan itu perlu kita hadirkan kembali dalam dimensi ruang ruang fikiran kita, sebab sebagaimana kalimat Proklamator diatas: ‘pekerjaan kita belum selesai’. Kita masih tertinggal dengan negara-negara lain di banyak sektor. Kita masih perlu menggali dan berupaya tanpa henti dan lelah untuk terus memaknai ulang apa yang ada di dalam suasana batin rakyat.

100 tahun lebih, ternyata kebangkitan nasional harus kita evaluasi. Sebab sepertinya selama ini tak jauh beranjak dari sebatas seremonial, tanpa narasi narasi besar. Kebangkitan lips service, tanpa disertai kebangkitan bangsa seutuhnya dalam menjamin kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya sehingga maknanya saat ini tampaknya semakin memudar.

Sebenarnya apa yang dapat dimaknai sebagai kebangkitan nasional saat ini? Apakah kebangkitan mega korupsi yang kontras dengan derita di gubuk-gubuk? Kebangkitan kemiskinan yang tidak pernah berhenti? Kebangkitan ego sektoral elite dan kepentingan terselubung yang meracuni rakyat?

Tentu memang bukan perkara mudah mewujudkan kebangkitan nasional menuju Indonesia yang lebih baik, sebab persoalan yang harus diselesaikan sedemikian kompleks. Penyelesaiannya tidak bisa dilakukan secara terpisah. Karena antara satu dengan lainnya sangat berkaitan.

Apa saja yang bisa kita lakukan? Pertama, Bangkitkan Pendidikan Indonesia. Realitas pendidikan di Indonesia saat ini dirasakan masyarakat masih jauh dari cita-cita pendidikan yang selama ini kita impikan. Mutu pendidikan di Indonesia harus ditingkatkan untuk membangun peradaban bangsa menjadi lebih mandiri dan kuat.

Negara-negara maju dan berkembang dimana pun, setelah membangkitkan mental sejarahnya, pasti memulai kebangkitannya dengan memajukan pendidikan. Harus kita akui bahwa kualitas pendidikan di Indonesia saat ini masih rendah dan berbagai pelengkap pendidikan juga belum difasilitasi sebagaimana mestinya.

Salah satu masalah pokok yang ada adalah kurangnya tenaga pendidik yang memadai dan memenuhi syarat karena baru sekitar 51% yang memenuhi pendidikan S1 dari jenjang PAUD sampai SMA, selain distribusinya yg belum mumpuni. Terlebih lagi infrastruktur pendidikan juga harus diperbaiki mengingat bahwa hingga saat ini banyak sekolah-sekolah di pelosok yang belum menerima bantuan pemerintah untuk membangun sekolahnya, baik untuk renovasi bangunan yang rusak, penyediaan fasilitas belajar-mengajar yang baik.

Kedua, bangkitkan Indonesia dari Kemiskinan. Masih tingginya tingkat kemiskinan di tanah air menyebabkan Indonesia sulit untuk menjadi negara maju. Sebenarnya pemerintah pusat dan daerah telah memiliki banyak program untuk menanggulangi kemiskinan, namun masih belum dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat di berbagai daerah.

Dalam mencari solusi kemiskinan, pemerintah harus tahu betul bagaimana dan apa saja yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan dapat dilakukan secara matang dan lancar, dimulai dengan data yang akurat tentang Peta Kemiskinan.

Seperti program pemberantasan kemiskinan sebelumnya, pemerintah memberantas kemiskinan dengan cara menyalurkan bantuan sosial, seperti penyaluran bantuan Raskin ataupun program jaring pengaman sosial (JPS) untuk rakyat miskin. Upaya ini sebenarnya telah dirasakan manfaatnya tapi hanya bersifat sementara karena setelah bantuan habis dipakai, masyarakat akan butuh dan butuh lagi.

Jika dikaji lebih lanjut, ini bukan lagi upaya pemberdayaan masyarakat, namun sekedar memberi bantuan yang hanya menimbulkan ketergantungan. Sedangkan anggaran yag dikeluarkan terbilang besar, sementara penyalurannya di lapangan pun disinyalir sebagian tidak tepat sasaran.

Oleh karenanya, solusi bagi pemerintah adalah dengan memberikan bantuan yang dapat memberdayakan diri serta menumbuhkan potensi ekonomi masyarakat miskin, misalnya dengan pemberian pelatihan kewirausahaan, pemberian alat alat produksi dan gerobak untuk berjualan, pemberian perlengkapan membuat roti sehingga mereka bisa berdagang.

Ini adalah hal kecil yang justru bisa mengurangi pengangguran, membangkitkan semangat masyarakat untuk betul-betul mandiri dan keluar dari zona keterpurukan yang sejalan dengan prinsip Kebangkitan Nasional.

Ketiga, bangkitkan Indonesia yang Sehat dan Bersih. Kerusakan lingkungan akhir-akhir ini makin meresahkan, terutama masalah pencemaran sungai karena limbah pabrik atau polusi udara. Belum lagi masalah kesehatan lainnya yang menimpa masyarakat, seperti tingginya angka kematian ibu dan anak, meningkatnya angka penyakit menular, meningkatkan penderita penyakit seksualitas ataupun penyakit karena lingkungan kotor seperti Demam Berdarah, Muntaber, Diare, Typus dan sebagainya.

Masalah penyakit benar-benar harus diberantas secara kilat oleh pemerintah karena ini adalah kebutuhan utama masyarakat. Kondisi fisik yang sehat akan membuat masyarakat lebih leluasa dalam beraktivitas maupun mencari rezeki.

Akhirnya, optimisme dan narasi-narasi besar tentang kebangkitan nasional yang sesungguhnya mesti terus disuarakan. Sebab kita- Indonesia, adalah negara besar, punya modal yang luar biasa baik di bidang mineral dan energi, kekayaan tambang, kekayaan laut, dan kekayaan di dasar lautan masih banyak yang belum digali.

Dari jumlah penduduk, kita juga memenuhi syarat jumlah penduduk yang besar. Dari segi intelektual, banyak sekali orang pintar berkaliber Internasional di Indonesia maupun sedang berada di mancanegara. Kita punya itu semua, sebagai modal menjadi kekuatan besar di Asia dan Dunia.

Dari sejarah kita bisa belajar, untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Dari sejarah kita tau besarnya potensi diri. Dari sejarah kita mendapatkan semangat untuk membangun masa depan. Dari sejarah kita tancapkan poros kebangkitan. Saudaraku, mari berhenti bertikai. Mari membangun bersama. Setegak apa negeri ini bangkit, setegak hasrat semangatmu tak mampu tergoyah tuk meng-Indonesia. Selamat hari Kebangkitan Nasional 2017 ***

*) Penulis adalah Anggota DPRD Pelalawan dari Partai Keadilan Sejahtera

  • Bagikan