Cerita Lengkap Mantan Pemulung Jadi Miliarder dengan Menanam Porang

  • Bagikan
Paidi mengangkat umbi porang/Foto file: Sugeng Harianto

RIAUDETIL.COM,SURABAYA – Tanaman porang menjadi jalan bagi Paidi mengubah nasib dari seorang mantan pemulung menjadi miliarder. Sebaliknya, kini Paidi yang membuat porang lebih dikenal banyak orang.

Nama Paidi tengah menjadi perbincangan. Pria 37 tahun yang tinggal di Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun ini menjadi seorang miliarder setelah membudidayakan porang.

Dulu, pria berambut gondrong itu hidup serba kekurangan saat bekerja serabutan. Bahkan ia pernah menjalani hidup sebagai pemulung.

“Dulu saya tanam Porang sejak tahun 2010 dan sebelumnya waktu itu saya kerja serabutan. Jadi saya kerja apa saja saya jalani, mulai jual tahu, jual ayam, jual buah sampai bangkrut semua. Sampai akhirnya jadi pemulung,” ujar Paidi di kebun porang yang ada di dekat rumahnya, Selasa (4/2/2020).

Setelah menjadi pemulung, ada temannya yang mengenalkan tanaman porang yang memiliki nilai jual tinggi. Saat itu, pria itu berusaha mencari referensi melalui internet tentang kegunaan porang.

“Setelah jadi pemulung itu, selang berapa waktu ketemu teman se-panti asuhan, karena saya dulu mau sekolah masuk ke panti asuhan. Orang tua tidak mampu menyekolahkan. Setelah diperkenalkan sama teman itu, kemudian saya mencari referensi di internet. Dan setelah tahu kegunaan porang di internet, saya memutuskan bahwa saya harus menekuni bisnis ini,” imbuhnya.

Porang merupakan tanaman penghasil umbi yang dapat dimakan. Karena masih serumpun dan penampilan serta manfaatnya mirip dengan suweg dan walur, tanaman iles-iles ini sering kali dirancukan dengan kedua tanaman tersebut.

Menurut Paidi berdasarkan hasil penelusuran terkait Porang, diketahui bahwa 80 persen untuk makanan dan 20 persen untuk kosmetik. Ia menyimpulkan bahwa porang memiliki nilai ekspor.

“Saya dapat kesimpulan kalau suatu komoditas itu masuknya di sektor makanan itu melebihi. Artinya bisa mendominasi. Intinya kebutuhan untuk produk ini sangat besar. Dari situ saya punya semangat di kampung mencari Porang yang masih langka dan tumbuh liar di hutan,” paparnya.

Paidi menambahkan, awalnya ia mencari umbi porang di hutan dan selama dua bulan mendapat dua ton. Ia menjualnya dengan harga Rp 3 juta.

Namun dalam tiga tahun terakhir, nasib Paidi berubah total. Ia sekarang menjadi seorang miliarder setelah mengembangkan porang. Porang yang ditanam Paidi bahkan dikirim hingga keluar negeri.

Kini Paidi sudah menjadi pengepul porang dan mendirikan sebuah perusahaan yakni PT Paidi Indo Porang, yang memiliki 66 karyawan. Disamping itu, Paidi juga memiliki lahan porang sendiri seluas 10 hektare di kampungnya.

Kesuksesan Paidi menanam porang hingga menjadi seorang miliarder menarik minat banyak orang. Banyak yang berdatangan kepadanya untuk menimba ilmu membudidayakan porang.

“Alhamdulillah saat ini petani binaan saya sudah ada lebih dari seribu. Yang ikut mengembangkan tanaman porang saya,” ujar Paidi.

Menurut pria 37 tahun itu, para petani yang datang tidak hanya dari Madiun. Tapi bahkan dari luar Pulau Jawa. Seperti Kalimantan dan juga Sumatra. Para petani yang sudah mendapat pencerahan dari Paidi kemudian ditawari bekerja sama.

Paidi lewat perusahaannya PT Paidi Indo Porang siap memberikan bibit kepada para petani. Namun para petani harus menjual hasil panen kepada perusahaannya.

“Jadi para petani atau investor binaan saya wajib menandatangani kontrak atau MoU. Yang isinya bahwa semua bibit dan hasil panen harus kita yang urus semua. Jadi bibit dari kita dan hasil panen juga wajib dijual ke kita,” sambungnya.

Mantan pemulung yang sudah memberangkatkan 15 petani di kampungnya umrah mengatakan, bibit yang disediakan Rp 5 ribu per polibag. Bagi siapa pun yang ingin bergabung atau sekadar konsultasi tidak dipungut biaya alias gratis.

“Gratis yang mau ke sini untuk belajar tanam porang. Kita harapkan untuk yang mau menanam porang jangan asal membeli bibit. Karena gampang-gampang susah. Kita tidak bisa jamin bibit pertumbuhan baik kalau dari orang lain,” paparnya.

Menurut Paidi, porang merupakan tanaman penghasil umbi yang biasa tumbuh di hutan. Porang pada umumnya tumbuh liar di bawah naungan pohon lain. Itu yang membuat porang lama untuk bisa dipanen. Bisa dua hingga tiga tahun.

Ia kemudian mencoba membudidayakan porang agar bisa dipanen lebih cepat. Setelah melakukan banyak percobaan, ternyata porang bisa dibudidayakan di persawahan. Dengan pemupukan dan perawatan, pertumbuhan porang lebih cepat dan hasil yang lebih berlimpah.

Dengan pola tanam baru, Paidi bisa memanen 70 ton porang di satu hektare lahan. Padahal saat mencoba dulu, satu hektare lahan hanya menghasilkan sembilan ton umbi porang.

Ia juga memilih menanam menggunakan umbi porang, bukan biji ‘katak’ yang menempel di daun. “Kalau untuk modal tentu tergantung dari berapa kisaran luas yang ditanam. Kalau bergabung berinvestasi dengan kami tentu kita sudah punya rinciannya. Kalau tanam satu hektare itu bisa MoU dengan PT Paidi Indo porang,” terang Paidi.

Kepada para petani, Paidi menerangkan bahwa satu hektare lahan bisa ditanami 40 ribu bibit porang. Petani membutuhkan modal sekitar Rp 100 juta untuk membeli bibit dan biaya pemupukan hingga perawatan.

Modal tersebut dinilai cukup hingga waktunya panen dua tahun kemudian. “Dalam hitungan manajemen kita, untuk lahan satu hektare jika ditanami porang semuanya, dalam kurun dua musim dengan biaya Rp 100 juta. Itu meliputi biaya perawatan dan pemupukan hingga panen,” ujar Paidi.

Menurutnya, dengan modal Rp 100 juta, petani bisa mendapat omzet Rp 800 juta. Atau keuntungan Rp 700 juta.

“Ini hitungan kita, sekitar dua tahun, bisa mendapatkan Rp 800 juta itu kalau tanam 40 ribu bibit,” imbuhnya.

Selain menyiapkan bibit, Paidi juga menjual produk olahan berbahan Porang. Di antaranya beras untuk dikonsumsi orang diet serta bihun.***(detik.com)

  • Bagikan