Mitos Tujuh Hantu, Fenomena Alam Nan Mempesona

  • Bagikan
Bupati Pelalawan HMHarris Memberikan kata sambutan pada saat acara Festifal Bekudo Bono

 

RIAUDETIL.COM,PELALAWAN – Menteri Pariwisata Arief Yahya telah mengusulkan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata di Provinsi Riau. Hal itu lantaran potensi pariwisata Riau, salah satunya ombak Bono di Sungai Kampar yang mampu jadi daya tarik unggulan.

“Kita mulai jadikan KEK Pariwisata di Riau. Atraksinya apa? Kalau Bono itu mampu surfing tingkat dunia, jadi surfing di sungai,” papar Arief beberapa waktu lalu di Kementerian Pariwisata, Jakarta.

?Arief menyampaikan KEK Pariwisata Riau rencananya mulai dibangun di atas lahan seluas 600 hektar. Ia menyebut KEK Pariwisata Riau mulai berkonsep ecotourism. “Paling mungkin (konsepnya) seperti Danau Toba, ekoturisme digabungkan dengan bisnis. Ada wisata golfnya,” jelas Arief.

?Arief menyampaikan penginapan berbintang minimal empat mulai disiapkan di KEK Riau. Ia menyebutkan KEK Pariwisata Riau nantinya mulai menjadi kawasan eksklusif seperti Nusa Dua.

Gayung bersambut. Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Riau, Fahmizal Usman menyampaikan bahwa rencana lahan yang mulai digunakan sebagai KEK Pariwisata berada di Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan. Tempat tersebut berada di sekitar tempat Ombak Bono muncul merupakan dekat Sungai Kampar.

?Disampaikannya juga bahwa secara aksesibilitas, Riau telah memiliki bandara yang mumpuni. Hal itu lantaran Bandara Sultan Syarif Kasim II sudah memiliki landasan pacu sepanjang 2.400 meter.

Menurutnya, KEK Pariwisata Riau nantinya mulai menjadi KEK Pariwisata kelima di Indonesia. Sampai ketika ini, Indonesia sudah memiliki empat KEK Pariwisata yakni Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Danau Toba, dan Morotai.

Data Kementerian Pariwisata menyebutkan 27.810 wisatawan asing masuk ke Riau melalui Bandara Sultan Syarif Kasim II. Sementara sepanjang tahun 2016, angka tersebut naik menjadi 32.810 atau tumbuh 17,98 persen.

?Kini, Kementerian Pariwisata memberi target pada Provinsi Riau agar mendatangkan 60.000 wisatawan asing pada tahun 2017 ini. Pemerintah Provinsi Riau mengunggulkan tiga festival selama tahun 2017 agar bisa menarik minat wisatawan bagi berkunjung ke Riau.

?Sementara itu, Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman menyebutkan bahwa luar biasanya Bono juga menyimpan cerita dari masyarakat tempatan secara turun temurun.

“Jadi sewaktu saya bersama Bupati Pelalawan ke Kampar, Bupati cerita banyak soal Bono. Jadi hitungan Bono itu muncul hingga puncaknya mengikuti hitungan bulan Arab. Tentu ada kaitannya dengan Islam dan juga identik dengan Budaya Melayu. Jadi Bono Teluk Meranti fenomena alam yang menakjubkan yang merupakan surganya para surfer mulai yang lokal, nasional dan bahkan surfer internasional,” ucapnya.

Gubri mengatakan, ditetapkannya Bono sebagai kalender pariwisata nasional sekaligus mendukung visi Riau 2020 dalam mewujudnya Provinsi Riau sebagai pusat perekonomian dan kebudayaan Melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis, sejahtera lahir dan batin di Asia Tenggara tahun 2020. Sebab saat ini Pemerintah Provinsi Riau memang sedang menggalakkan sektor wisata berbasis budaya.

“Bono sudah sangat memiliki seluruh aspek nilai tersebut. Jadi sudah klop apa yang diinginkan Bapak Menteri dengan yang kita harapkan,” ujarnya.

Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman menyebutkan, selain Bono, Riau juga punya potensi wisata seperti bakar tongkang, pacu jalur, tour de Siak dan Gema Muharram. “Atau wisata aliran sungai mulai dari Rokan Hulu hingga ke Hilir, sungai Kampar dan sungai Indragiri dari hulu hingga hilir yang sangat menakjubkan,” paparnya.

Dilanjutkan Gubri, ada tiga festival yang menonjol dikenal di Provinsi Riau yakni Festival Bekudo Bono, Bakar Tongkang, dan Pacu Jalur. Menurutnya, festival-festival tersebut diunggulkan dibandingkan festival-festival lainnya.

?Terkait hal ini, Andi Yuliandri SKom, Kepala Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Kabupaten Pelalawan menyampaikan, selain menjadi ikon wisata Provinsi Riau, Bono Teluk Meranti juga telah ditetapkan sebagai ?Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Riau.

“Bukan tanpa alasan Bono Teluk Meranti Riau menjadi ?KEK Pariwisata karena HPL-nya seluas 600 hektar yang terdiri dari kawasan resort, hotel, permainan, hiburan, pengembangbiakan rusa dan lain sebagainya,” tutur Andi.

Ditambahkannya, dengan menjadi ikon wisata Riau dan KEK Pariwisata Riau, Kementerian Pariwisata RI berkomitmen untuk mempromosikan Bekudo Bono Teluk Meranti Pelalawan ke manca negara, sekaligus mencarikan investor untuk mengembangkan kawasan Bono Teluk Meranti.

“Ya, tentunya dalam pengembangan kawasan Bono ini kita menyamakan konsep dengan pusat. Untuk tahun 2017 ini untuk pembangunan infrastruktur jalan kawasan Bono telah dianggarkan sebesar Rp173 miliar. Dimana Rp100 miliar berasal dari APBN dan Rp73 miliar dari APBD Provinsi. Tentunya kedepannya kita berharap pengembangan Kawasan Bono Teluk Meranti terus dilakukan,” paparnya.

Ditegaskan Andi, tidak semua provinsi memiliki kawasan KEK Pariwisata dikarenakan banyak hal yang menjadi pertimbangan dan penilaian untuk menetapkan KEK Pariwisata di suatu daerah.
“Seperti Sumut ada Danau Toba, Bali Pantai Kuta dan Riau ada Bono Teluk Meranti Pelalawan karena salah satu pertimbangannya tadi HPL 600 hektar,” tegasnya.

Ombak Bono Mitos Tujuh Hantu ?
?Bila ombak besar di laut, itu sudah menjadi pemandangan biasa. Namun ombak besar di sungai, itu fenomena alam luar biasa. Sungai umumnya memiliki riak atau gelombang kecil, namun di hilir Sungai Kampar, wilayah semenanjung Kampar, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Riau, ombak sungai air tawar itu dapat mencapai ketinggian lima meter.

Dahulu kala, pada era nenek moyang suku yang bermukim di tepian semenanjung Kampar, gelombang yang disebut dengan “Bono” itu merupakan pemandangan mengerikan dan ditakuti.

Maklum, saat itu belum ada penjelasan ilmiah sementara berbagai cerita seram dan bencana kerap dikisahkan secara turun temurun oleh orang-orang tua kepada anak dan cucu.

Mitos yang bertahan sampai kini adalah, ombak bono digambarkan sebagai tujuh hantu. Hantu itu berupa ombak tujuh lapis. Ombak besar berada di depan yang diikuti oleh enam ombak kecil di belakangnya.

Kisah bencana yang terjadi akibat diterjang ombak bono memang cukup sering, karena aliran Sungai Kampar masih dipakai sebagai sarana transportasi warga yang bermukim di sepanjang sungai.

Di ujung Sungai Kampar terdapat beberapa pulau kecil seperti Pulau Muda, Pulau Serapung dan yang terbesar Pulau Mendol yang memiliki pemukiman penduduk. Perahu yang tidak kuat saat bono datang sangat gampang dijungkirbalikkan ombak besar yang bergulung.

Tahun 2010, Bono mencuat di kalangan surfer, tatkala perusahaan olahraga Rip Curl dan perusahaan rokok melakukan ekspedisi selancar Bono.

Foto dan video Bono semakin menarik perhatian. Pada 2011, Kementerian Pariwisata mulai ikut mempromosikan Bono sebagai salah satu objek wisata khusus di Indonesia.

Secara ilmiah, Bono dapat dijelaskan dengan gamblang berdasarkan teori fisika dasar. Bono adalah pertemuan arus pasang dari laut dengan air surut Sungai Kampar yang memiliki karakteristik alami spesifik di bagian muaranya.

Di muara Sungai Kampar terdapat Pulau Mendol sehingga membentuk selat dan membuat aliran bercabang seperti huruf Y. Pada saat laut pasang pada bulan-bulan tertentu, terutama pada saat bulan purnama, air pasang masuk dari percabangan selat Mendol dan bertemu dengan arus surut Sungai Kampar.

Semakin besar debit air sungai bertemu arus pasang laut, bono yang ditimbulkannya semakin besar. Bono terjadi dua kali sehari sesuai dengan jadwal pasang laut.

Ombak bono berbeda dengan ombak laut yang langsung terhempas di pantai. Adapun bono akan mengalir semakin ke hulu. Panjangnya dapat mencapai 30 kilometer tanpa putus. Di dekat sumber pasang laut, bono dapat mencapai ketinggian lima meter dan semakin berkurang di pedalaman sungai.

Ombak tanpa putus itulah yang menarik untuk ditunggangi para peselancar dunia. Peselancar Inggris Steve King serta James Cotton, Roger Gamble dan Zig Van Der Sluys (ketiganya asal Australia) adalah empat atlet yang menorehkan rekor dunia berselancar terpanjang di “Bono” Sungai Kampar.

Sejak masuknya para peselancar asing datang ke semenanjung Kampar dan terlihat bersenang-senang di atas tujuh hantu, kisah seram bono mulai menipis.

Di tangan para atlet profesional itu, hantu bono tidak pernah terlihat lagi. Bahkan para “bule” itu dengan gagah berdiri menunggang bono sambil tertawa. Mereka berhasil mengusir hantu bono.

Peselancar asing pun mengajari penduduk lokal untuk menikmati bono. Tidak heran, kini disetiap kemunculan bono, lebih dari 30-an pemuda lokal menunggu di tengah sungai dengan papan selancar buatan pabrik atau papan seadanya siap berselancar di areal dekat desa. ( Advertorial )

  • Bagikan