Berkedok Dibalik Patih Adat, Maskur Pengusah Kayu Dari Jepara Babat HTI Akasia

  • Bagikan
RIAUDETIL.COM,RENGAT – Maskur pengusaha kayu asal Jepara diduga melakukan pembabatan terhadap HTI (Hutan Tanaman Industri) milik PT. BBSI (Bukit Betabuh Sungai Indah) yang ada di Desa Talang Sungai Ekok Kecamatan Rakit Kulim Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) ssekitar 500 Ha untuk ditanaminya kelapa sawit.

Hal ini dilakukannya dengan mencari cari kesalahan PT. BBSI yang juga merupakan mitra usaha PT. RAPP (Riau Andalan Pulp and Paper).

Dengan liciknya, Maskur memerintahkan anggotanya Suhermanto warga Bukitlipai, Batangcenaku, Inhu, membuat untuk membuat semacam surat kuasa dari Patih Adat Majuan kepada Suhermanto untuk pengerjaan lahan yang masih bertanamkan kayu akasia milik PT. BBSI tersebut.

Anehnya, surat kuasa itu menggunakan kop surat milik Desa Talang Sei Ekok, namun yang bertanda tangan yang menyerahkan kuasa adalah Patih Majuan dan penerima kuasa Suhermanto, padahal penguasa Desa Talang Sei Ekok sudah ditunjuk Wawan staf kantor Camat Rakitkulim berdasarkan SK Bupati Inhu, menggantikan Patih Gading yang sedang sakit berkepanjangan sembari menunggu dilakukannya Pilkades serentak dalam waktu dekat ini.

Surat kuasa itu juga membunyikan penyerahan dana senilai Rp.1,6 Milyar untuk mengerjakan lahan seluas 500 Ha, meski Patih Majuan tidak melihat secara konkrit bentuk uang yang dibunyikan, bahkan dalam penerima kuasa mencantumkan nama mantan Kades Talang Sei Ekok, Patih Gading.

Hal ini diakui oleh Patih adat Gading yang juga selaku mantan Kades Talang Sei Ekok saat ditemui wartawan dikediamannya kemarin.

Dijelaskannya, yang membuat surat kuasa itu adalah Suhermanto atas perintah Maskur, namun dalam pengeluaran uang senilai Rp.1,6 Milyar itu mencantumkan nama Maskur selaku pemberi uang dalam bentuk kwitansi.

Menurut Gading, surat kuasa dari Patih Majuan kepada Suhermanto untuk mengerjakan lahan HTI seluas 500 Ha itu adalah cacat hukum, sebab Suhermanto menggunakan kop surat Desa Talang Sei Ekok, sedangkan yang menanda tangani surat itu adalah Patih Majuan, bukan kepala desa.

Kondisi terakhir di lapangan, kata Gading, sedikitnya ada sekitar 200 Ha lahan HTI itu ludes dibabat, dan Maskur kerap berkelit bahwa yang membabat lahan itu adalah mantan Kades Talang Durian Cacar, Irianto, dan lahan tersebut kini mulai ditanami dengan kelapa sawit, dengan cara membuat perjanjian kontrak kerja untuk penanaman sawit seharga Rp.1 juta per hektar tidak termasuk bibit sawit.

Sebelumnya, Patih Majuan ditemui dikediamannya mengatakan, bahwa dirinya sama sekali tidak tahu tulis baca, namun surat kuasa itu dibuat dan disodorkan Suhermanto kepadanya untuk ditanda tangani,

“Sepeserpun saya tidak ada dikasi uang dalam pembuatan dan penanda tanganan surat kuasa itu” Kata Majuan.

Menurut Patih Majuan, dia tidak mengetahui bahwa surat kuasa itu menggunakan kop kepala surat atas nama Desa Talang Sei Ekok, karena Majuan sendiri menyadari bahwa dirinya adalah Patih adat, meski di Desa Talang Sei Ekok dirinya juga sebagai Kepala Dusun, namun bukan berarti berkewenangan menggunakan kop kepala surat desa Talang Sei Ekok.

Humas PT BBSI, Syamsuri dikonfirmasi menjelaskan, kesepakatan antara PT BBSI dengan warga Talang Durian Cacar dan ada pemekaran desa menjadi Talang Sei Ekok, bukan menjadi substansi atas kesepakatan yang sudah pernah disepakati, artinya PT BBSI tidak pernah bersepakat dengan Desa Talang Sei Ekok, namun dengan Desa Talang Durian Cacar yang merupakan induk dari Desa Talang Sei Ekok.

Kesepakatan membangunkan kebun karet warga seluas 400 hektar sudah disepakati dan telah dibangun seluas 150 hektar, kalau masih kurang, tentu bisa dimusyawarahkan, bukan langsung menebang pohon akasia dengan membabatnya hingga menanaminya dengan kelapa sawit.

Menjawab pertanyaan wartawan, Kata Syamsuri, kebun karet seluas 150 hektar itu memang saat ini sudah tidak ada, sebab lahan yang 400 hektar yang tadinya akan ditanami karet, sudah ludes diperjual belikan oleh oknum Kades Talang Durian Cacar maupun mantan Kades Talang Sei Ekok,

“kalaupun ada permasalahan, tentu saja ada aturannya, yaitu melalui pemerintah desa, kecamatran hingga kabupaten, bukan main babat tanaman akasia itu,” ujarnya.

Syamsuri mengaku, ada menangkap anggota kerja lapangan yang sedang membabat tanaman akasia yang masih tegak atas nama Ganda Silaban, kini kasusnya sedang diproses di Polres Inhu, sedangkan Ganda Silaban masih ditahan di Polres Inhu, tutupnya. (Man)

  • Bagikan