‘Biang’ Persoalan Transportasi Online vs Taksi Konvensional : Perizinan

  • Bagikan

RIAUDETIL.COM,PEKANBARU – Kerusuhan yang terjadi antara pengendara transportasi online dengan pengemudi taksi konvensional di Pekanbaru seakan mengulang peristiwa yang sama di sejumlah kota di Indonesia.

Jika dirunut, benang merah masalah ini tak lain adalah terkait perizinan. Sesungguhnya, dua hari sebelum peristiwa ini terjadi, transportasi online di Pekanbaru sudah diultimatum dilarang beroperasi oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Pekanbaru karena belum berizin.

Dishub Kota Pekanbaru bahkan dengan terang-terangan membentang spanduk bertuliskan, “Angkutan Sewa Khusus Online – Grab Car, Uber, Go Car dll, dilarang beroperasi di wilayah Kota Pekanbaru”. Spanduk itu muncul di beberapa titik di Pekanbaru. Satu diantaranya terpasang di Halte Bus TMP, samping Perkantoran Wali Kota Pekanbaru.

Menurut Kepala Bidang Angkutan Darat Dishub Kota Pekanbaru, Sunarko, spanduk ini memang sengaja dipasang untuk mengingatkan bahwa angkutan sewa berbasis aplikasi online dilarang beroperasi.

“Ada aturan main yang harus diikuti. Supaya tidak terjadi persaingan tidak sehat, harus memenuhi aturan, kan tidak ada izinnya. Ada undang-undangnya,” ungkap Sunarko, Jumat (18/8/2017), seperti dilansir dari Riauonline.co.id.

Bahkan dengan terpasangnya spanduk itu, pihak Dishub Kota Pekanbaru akan melakukan razia secara rutin hingga mereka tidak lagi beroperasi.

Seperti diketahui, angkutan daring seperti Go Jek, Grab dan lainnya memang telah beroperasi di Kota Pekanbaru sejak beberapa bulan belakangan. Bahkan sejak pertama kali ‘masuk’ ke Pekanbaru, sempat juga terjadi ketegangan antara pengemudi Go Jek dengan sopir taksi konvensional.

Kala itu, sikap tegas sebenarnya sudah pernah disampaikan Kepala Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru, Arifin. “Gojek dan taksi Uber di Pekanbaru tidak ada izinnya maka kami minta berhenti beroperasi jika tidak ingin ditilang,” kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru Arifin Harahap, Rabu 24 Mei 2017 lalu.

Arifin menyebutkan transportasi daring di Pekanbaru sulit untuk diterima. Pasalnya tidak ada aturan yang membolehkan mereka beroperasi.

“Jika pun mereka mengajukan izin operasional, kami tidak akan menerbitkan,” tegas Arifin dikutip dari Antara.

Ia menyatakan untuk penertiban, pihaknya telah bekerja sama dengan Satuan Polisi Lalu Lintas Pekanbaru untuk menjaring GoJek dan taksi daring yang beroperasi. “Kita tidak akan berikan toleransi lagi jika kedapatan akan langsung ditilang,” lanjutnya.

Menanggapi hal ini, manajemen GoJek saat ditemui di Pekanbaru pada saat bulan Ramadan lalu berdalih kalau pihaknya sudah mendapat izin dari pihak Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) RI. “Karena kami merupakan perusahaan yang berbasis on demand, aplikasi, maka izin perusahaan kami dari Kemenkominfo,” singkat Azis, perwakilan manajemen GoJek menjawab wartawan, termasuk Koranriaunet, saat itu.

Mungkin karena itu pula, GoJek maupun transportasi online lainnya masih terus berjalan di Pekanbaru, malah terus eksis. Dari pantauan, pengemudi transportasi online ini semakin menjamur di Kota Pekanbaru.

Hingga, Jumat 18 Agustus 2017, Dishub Kota Pekanbaru melarang angkutan daring ini beroperasi. Alasannya, perusahaan angkutan daring dinilai merusak sistem transportasi di Kota Pekanbaru. Disamping mereka menyebut angkutan daring belum berizin.

Dan buntutnya lagi, tanggal 20 Agustus 2017 malam, atau dua hari setelah keputusan Dishub Kota Pekanbaru tentang larangan transportasi online ini, kerusuhan antara pengemudi transportasi online dan sopir taksi konvensional pun terjadi di Pekanbaru. (*/Red)

  • Bagikan