Masyarakat Tambusai Timur Gandeng IHZA & IHZA LAW FIRM Gugat wan prestasi PT Hutahaean

  • Bagikan

RIAUDETIL.COM, JAKARTA – Aktivis Bela Rakyat Rokan Hulu, Sukrial Halomoan SE dan Ramlan Lubis SHi kembali gugat wan prestasi PT Hutahaean.

S Halomoan mengatakan bahwa pihaknya beberapa bulan lalu sudah melaporkan PT Hutahaean kelembag DPRD Rokan Hulu atas tindakannya yang mengingkari janji dengan masyarakat Tambusai Timur.

Perjanjian dibuat pada hari Rabu, tanggal 1 Mei 2002. Perusahaan diwakili langsung oleh Direktur Utama (Dirut) PT Hutahaean Ir N Pasaribu sebagai pihak pertama. Sedangkan yang mewakili pihak masyarakat Tingkok pihak ke II H Safei.

Pada surat perjanjian itu kedua belah pihak akan mengerjakan lahan seluas 675.000 Hektare. Isinya bila mitra kerja tetap berjalan, maka uang yang dibayarkan PT Hutahaean sebagai uang pengganti mengerjakan pekerjaan tersebut tidak akan dikembalikan lagi kepada perusahaan.

Sementara dari surat PT Hutahaean menyatakan bahwa lahan mitra tersebut sudah selesai ditanam seluas 700 ha. Dan sudah dapat dikonversikan kepada masyarakat sebelum waktunya, sesuai surat perusahaan PT Hutahaean nomor :75/03/Hth/II/2002 yang ditujukan kepada Bupati KDH Tingkat II Rokan Hulu di Pasir Pengaraian.

Kesepakatan tersebut dituangkan dalam akta notaris H Asman Yunus SH, nomor :58 tanggal 16 Agustus 1999 yang disaksikan oleh Bupati Kampar, Kadis Perkebunan Kampar, Camat Tambusai dan Kepala Desa Tambusai Timur saat itu. Namun hingga saat ini Manajemen atau pemilik PT Hutahaean belum memberikan hak masyarakat.

“Hal ini yang akan kita bawa pada DPRD Rohul, ada apa Manajemen PT Hu tahaean ini tidak menempati janjinya, padahal lahan tersebut sudah menjadi perkebunan yang hasilnya sudah dinikmati sementara masyarakat hanya jadi penonton,” bebernya. “secepatnya surat Laporan, kita sampaikan ke DPRD Rohul, tentu harapan nanti DPRD Rohul secepatnya memanggil Manajemen PT Hutahaean,” Sebut Ketua TOPAN-RI Rohul. Saat hal ini dikonfirmasi kepada Ahli waris H Safei yakni Budiman Lubis terkait surat kuasa tersebut, dirinya membenarkan sudah memberikan kuasa kepada pengurus Lembaga Swadaya Masyarakat TOPAN-RI.

“Benar Kuasa itu sudah saya berikan mewakili orang tua saya. karena sampai saat ini, lahan kami sudah jadi Perkebunan Kelapa Sawit PT Hutahaean tapi belum ada kejelasan dari pemilik perusahaan,

Dia juga mengatakan bahwa kasus ini juga sudah ditangani Polda Riau dan pihak PT Hutahaean sudah dinyatakan sebagai tersangka, akan tetapi status tersangka tersebut menjadi mentah pasca PT Hutahaean menggugat statusnya di sidang Praperadilan di pengadilan negri pekan baru,

Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru mengabulkan gugatan praperadilan PT Hutahaean terkait penetapan tersangka dan kelengkapan berkas dugaan perambahan lahan di luar izin Hak Guna Usaha (HGU) di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul).

Hakim menyatakan penetapan tersangka oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) dan kelengkapan berkas oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau tidak sah.

Putusan dibacakan hakim tunggal, Martin Ginting, di PN Pekanbaru, pada hari senin (19/2/2018) sore. “Mengabulkan sebagian permohonan pemohon. Menyatakan, penyidikan termohon 1 (Polda Riau) tidak sah dan tidak berkekuatan hukum mengikat,” ujar Martin.

Dengan tidak sahnya penetapan tersangka, otomatis tindakan termohon II (Kejati Riau) yang menyatakan berkas terhadap PT Hutahaean dengan Direktur Utama, Harangan Wilmar (HW) Hutahaean juga tidak sah dan tidak punya kekuatan hukum mengikat.

Martin dalam putusannya menyebutkan tindakan termohon II, menyatakan berkas lengkap adalah tindakan yang tidak berdasarkan hukum.

Dengan putusan itu, otomatis penetapan tersangka terhadap PT Hutahaean gugur.

Dalam amarnya, Martin mengambil keputusan dengan beberapa pertimbangan. Di antaranya, ada upaya dari PT Hutahaean melakukan permohonan izin ke Kementerian Kehutanan tentang pelepasan lahan seluas 823,75 hektare di Afdeling 8, Desa Dalu-dalu, Kabupaten Rohul.

Namun permohonan itu belum dijawab oleh Kementerian Kehutanan sehingga perkara aquo belum dapat jawaban. Sesuai aturan, permohonan yang diajukan selama 60 hari tidak ada jawaban maka secara hukum permohonan dikabulkan. “Pemohon sebenarnya juga punya izin usaha perkebunan,” kata Martin.

Selain itu, pihak termohon I belum pernah melakukan pengecekan ke lahan. “Termohon 1 secara prematur menetapkan pemohon sebagai tersangka. Rangkaian penyidikan tidak sah menurut hukum. Meminta pemohon II menghentikan penuntutan terhadap pemohon,” kata Martin.

PT Hutahaean mengajukan permohonan praperadilan terhadap Polda Riau dan Kejati Riau ke PN Pekanbaru. Dalam permohonannya,

PT Hutahaean melalui kuasa hukum Efendi Sinaga dan Renta, meminta pengadilan menyatakan penyidikan yang dilakukan Polda Riau yang menetapkan pemohon sebagai tersangka sesuai laporan polisi Nomor LP/309/VII/2017/Riau/Ditreskrimsus tanggal 24 Juli 2017 dan Berkas perkara Nomor BP/23/X/2017 tanggal 6 Oktober 2017 tidak sah dan tidak berkekuatan hukum mengikat.

Pemohon juga meminta hakim menyatakan pentapan termohon II atas perkara Nomor 23/X/2017 tanggal 6 Oktober 2017 yang menyatakan berkas lengkap atau P21 adalah tindakan yang tidak berdasarkan hukum dan tak punya kekuatan hukum mengikat.

“Memerintahkan pemohon II untuk menghentikan penuntutan terhadap pemohon. Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan martabat,” pinta pemohon.

Lahan yang dirambah terletak di Afdeling 8 dengan luas lahan 835 hektar yang terletak di Dalu-dalu, Kabupaten Rokan Hulu. Penyidik masih melakukan pendalaman penyidikan untuk mengetahui orang yang paling bertanggung jawab di perusahaan itu.

Untuk diketahui, kasus ini berawal dari laporan 33 perusahaan oleh Koalisi Rakyat Riau (KRR) ke Polda Riau pada 16 Januari 2017 lalu. Perusahaan itu diduga menggarap lahan tanpa izin dan tak sesuai aturan.

Dalam laporannya KRR merincikan, seluas 103.230 hektar kawasan hutan dan 203.997 hektar lahan di luar HGU, diduga digarap oleh 33 perusahaan itu. PT Hutahaean disebutkan mengantongi HGU perkebunan kelapa sawit seluas 4.584 hektar.

Namun, dalam praktiknya, perusahaan itu malah menggarap seluas 5.366 hektar. Kelebihan ratusan hektar itu, diduga tanpa sesuai aturan yang berlaku hingga negara dirugikan Rp 2,5 triliun.

Aktivis bela Rakyat Rokan hulu Sungai Halomoan merasa heran dengan liku-liku permainan hukum ini, sehingga membuat beliau bersama rekan untuk menggandeng IHZA-IHZA Law Firm sebagai Penasehat hukum.

“Ya kita tetap akan bela kepentingan dan hak masyarakat dan kita akan gugat terus katanya sa’at ditanya tentang permohonan penasehat hukum kepada IHZA-IHZA Law Firm di jakarta, Minggu (6/5).

Mudah-mudahan bapak Prof Yusril Ihza Mahendra SH MSi nanti bersedia demi membela masyarakat yang dizholimi oleh pihak PT Hutahaean, terangnya.

(R.Lubis/D.R)

  • Bagikan