Bikin Ngeri! Corona Bisa Jadi Pemicu Perang Dunia III

  • Bagikan
Foto: Infografis/Perang Dagang AS-China/Edward Ricardo
RIAUDETIL.COM – Hubungan Washington dengan Beijing kembali retak akibat merebaknya pandemi Covid-19. Tensi yang meninggi antara keduanya berpotensi memantik apa yang disebut sebagai ‘Perang Dunia III’. Tahun 2020, umat manusia seolah mendapat bad luck. Berbagai rentetan kejadian buruk terjadi sejak awal tahun. Namun yang paling menyita perhatian, menguras tenaga dan menghancurkan mental adalah merebaknya wabah yang disebabkan oleh virus corona. Wabah awalnya menjangkiti China sejak akhir tahun lalu ketika beberapa orang di Wuhan menderita penyakit pneumonia misterius. Tepat di penghujung tahun 2019, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan pemicu pneumonia tersebut merupakan virus corona jenis baru yang kemudian disebut SARS-CoV-2. Penyakit yang disebabkan virus ini kemudian disebut sebagao Covid-19. Jumlah kasus di Wuhan terus bertambah hingga pemerintah pusat China menetapkan lockdown di kota tersebut dan sekitarnya di Provinsi Hubei pada 23 Januari 2020. Walau karantina ketat sudah dilakukan di China, hal ini tak lantas membuat virus berhenti menyebar. Pada pertengahan Februari ketika kasus di China menunjukkan tanda-tanda menuju puncaknya, lonjakan kasus justru terjadi di Korea Selatan. Kemudian kasus baru juga dilaporkan bertambah signifikan di Iran hingga Italia. Awal Maret, kengerian wabah makin terasa ketika zona Euro berubah menjadi hotspot wabah. Dengan laju transmisi yang sangat cepat dan sudah semakin meluas, WHO akhirnya menetapkan Covid-19 sebagai pandemi pada 11 Maret 2020. Sejak saat itu kasus terus bertambah dengan pesat. Episentrum virus pun mulai bergeser dari Eropa ke AS. Kini sudah lebih dari 4,4 juta orang di 200 negara dan teritori dinyatakan positif Covid-19. Paling banyak dari AS dengan 1,3 juta orang dinyatakan terinfeksi virus. Untuk menekan penyebaran virus, Paman Sam memilih untuk menerapkan lockdown di setidaknya 10 negara bagian dan wilayah mulai dari Wisconsin hingga New York. Lockdown menimbulkan konsekuensi ekonomi yang sangat besar bagi AS. Angka pengangguran melesat mencapai 14,7%. Klaim tunjangan pengangguran sejak pertengahan Maret melesat menjadi 36,5 juta. Ekonomi Negeri Adidaya pun terkoyak. Pada kuartal I-2020 ekonomi AS mencatatkan kontraksi 4,8% (annualized). Kontraksi terdalam sejak krisis 2008 dan pertama sejak 2014. Melihat hal ini Trump selaku Nakhoda kapal berbendera garis merah dan bintang-bintang ini naik pitam. Trump menuding kegagalan China dalam menangani wabah membuat pandemi global terjadi. Saking geramnya, Trump bahkan menyebut virus ini sebagai ‘virus China’ dan mendapatkan banyak kritikan. “Kami punya banyak informasi, dan itu tidak bagus. Apakah (virus corona) datang dari laboratorium atau dari kelelawar, pokoknya berasal dari China. Mereka semestinya bisa menghentikan itu dari sumbernya,” kata Trump dalam wawancara dengan Fox Business Network, seperti dikutip dari Reuters. Washington dan Beijing memang baru meneken kesepakatan damai dagang fase I pada 15 Januari 2020. Namun gara-gara pandemi virus corona, Trump sepertinya tidak tertarik untuk melanjutkan negosiasi ke babak selanjutnya. Bahkan beredar kabar pemerintahan Trump akan membuat Undang-undang (UU) yang mengharuskan China bertanggung jawab atas penyebaran virus corona. Seorang anggota Senat AS mengungkapkan, pemerintah sedang mematangkan Rancangan Undang-undang Pertanggungjawaban Covid-19 (Covid-19 Accountability Act). Dalam UU tersebut, China disebut harus bertanggung jawab penuh dan siap menjalani penyelidikan yang dipimpin oleh AS, sekutunya, dan WHO. China juga bisa didesak untuk menutup pasar tradisional yang menyebabkan risiko penularan penyakit dari hewan ke manusia menjadi sangat tinggi. UU itu juga mengatur sanksi bagi China. Misalnya pembekuan aset warga negara dan perusahaan China di AS, larangan masuk dan pencabutan visa, larangan individu dan perusahaan China untuk mendapatkan kredit, sampai melarang perusahaan China untuk mencatatkan saham di bursa AS. “Saya sangat kecewa terhadap China, mereka seharusnya tidak pernah membiarkan ini terjadi. Kami sudah membuat kesepakatan (dagang) yang luar biasa, tetapi sekarang rasanya sudah berbeda. Tinta belum kering, dan wabah ini datang. Rasanya tidak lagi sama,” keluh Trump. Tak sampai di situ saja, Trump bahkan berniat untuk memutus hubungan dengan China. Ketegangan yang terjadi antara keduanya dikhawatirkan tereskalasi dari hanya balas dendam ekonomi menjadi sebuah konfrontasi fisik ke ranah militer. Pasalnya tanda-tanda eskalasi pun mulai terlihat. Terbaru, AS bahkan meningkatkan tekanan militer terhadap China di Laut China Selatan. Selama beberapa minggu terakhir kapal-kapal Angkatan Laut AS dan kapal pembom Angkatan Udara B-1 telah melakukan misi di kawasan yang menjadi rebutan banyak negara itu. Pada Rabu (13/5/2020), Armada Pasifik Angkatan Laut AS mengumumkan bahwa semua kapal selamnya di wilayah tersebut berada di laut melakukan operasi untuk mendukung kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka di tengah-tengah pandemi COVID-19. Angkatan Udara AS juga terus mengirimkan pesawat pembom ke wilayah tersebut. Sejak mantan taipan properti AS Donald Trump menjabat sebagai presiden AS hubungan bilateral Washington-Beijing merenggang. Bahkan pada Maret 2018 aksi berbalas bea masuk keduanya dilancarkan satu sama lain. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai perang dagang. Sejak Trump menjabat, makin banyak warga AS yang memandang negatif citra atau image China. Survei yang dilakukan oleh Pewresearch menunjukan sentimen orang AS terhadap China semakin memburuk apalagi setelah pandemi terjadi.
Sentimen Buruk Orang AS terhadap China
Semakin banyak warga AS yang memandang China sebagai ancaman. Mengacu pada survei yang dilakukan oleh Pewreseach, 9 dari 10 orang dewasa di AS melihat kekuatan China sebagai sebuah ancaman.
Ancaman
Sebelumnya di akhir 2019 lalu, Pewresearch juga merilis hasil survei serupa untuk melihat opini global terhadap China. Hasilnya terbelah, ada yang suka China ada juga yang tidak. Hal ini wajar mengingat kepada siapa China juga berkongsi. Sentimen negatif terhadap China paling tinggi dirasakan di AS dan Canada. Pandangan negatif terhadap China juga banyak terjadi terutama di negara-negara maju.
Ancaan
Di tengah narasi yang digulirkan oleh Trump yang menyebut virus corona sebagai ‘virus China’, Negeri Tirai Bambu saat ini terus mendapat sorotan dari publik global. Makin banyak sentimen negatif yang berseliweran soal China dan virus corona. Seiring dengan blame game terhadap China yang dimulai oleh AS, banyak pemimpin dunia menuduh China telah mebutup-nutupi fakta seputar virus corona. Seorang ahli dari Turki pada pertengahan April lalu bahkan mewanti-wanti bahwa perseteruan ini bisa berujung pada perang panas. “Epidemi bisa dihentikan lebih awal jika Cina telah memberikan informasi untuk menghentikan virus pada sumbernya,” kata Mesut Hakki Casin, seorang profesor hukum di Universitas Yeditepe Istanbul, mengutip Anadolu Agency media pemberitaan Turki. Mengenai konflik perdagangan antara AS dan China, Casin mengatakan dia berpikir konflik ini akan tereskalasi ke ranah militer, bukan hanya sekedar perang dingin semata di mana ketegangan gagal meningkat menjadi konfrontasi militer langsung antara kekuatan super dunia. “China telah meluncurkan kapal induk keduanya dan menantang AS dengan empat kapal penjelajah di Pasifik,” tambahnya. “Dari sudut pandang numerik, China unggul dengan 300 kapal sementara AS hanya 287 kapal. Ini menjadi sangat menantang bagi AS di Pasifik dan Atlantik,” katanya. Casin menggambarkan periode ini, dengan durasi yang tidak pasti, sebagai diplomasi epidemi. “Jadi Perang Dunia Ketiga dimulai antara kekuatan besar, dan duel abad ke-21 akan menjadi duel terakhir antara Washington dan Beijing,” ia memperkirakan. “Saya percaya konflik di sini akan melalui Korea Selatan dan Utara,” tambahnya. Reuters mengabarkan, China Institutes of Contemporary International Relations (CICIR) yang merupakan lembaga think tank dengan afiliasi ke Kementerian Pertahanan Negeri Tirai Bambu, membuat laporan bahwa Beijing berisiko diterpa sentimen kebencian dari berbagai negara. Skenario terburuknya, China harus bersiap dengan kemungkinan terjadinya konfrontasi bersenjata alias perang. Sejauh ini pemerintah China belum memberikan konfirmasi mengenai laporan CICIR tersebut. “Saya tidak punya informasi yang relevan,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China kala dikonfirmasi oleh Reuters. Apabila hubungan China dengan AS (dan negara-negara lainnya) terus memburuk, maka risiko perang memang sulit untuk dikesampingkan. Sangat disayangkan jika pandemi virus corona harus berujung ke Perang Dunia III. Kondisi sekarang ini sedikit mengingatkan peristiwa yang terjadi seabad lebih lalu. Tepatnya pada 1918 atau 102 tahun lalu. Kala itu pandemi global juga terjadi akibat Flu Spanyol. Flu Spanyol disebabkan oleh sebuah virus influenza jenis H1N1. Jika wabah Covid-19 berawal di China, maka Flu Spanyol saat itu merebak menjadi pandemi ketika tentara Amerika menyeberangi atlantik untuk berperang. Flu Spanyol menjadi pandemi paling mengerikan yang pernah tercatat dalam sejarah umat manusia seabad terakhir. Pandemi Flu Spanyol diperkirakan telah menjangkiti lebih dari 500 juta orang atau sepertiga populasi penduduk bumi dan tak kurang dari 50 juta nyawa orang terenggut akibat tak kuasa melawan virus Kalau kala itu Perang Dunia I memicu terjadinya pandemi. Sekarang, justru kebalikannya. Ada potensi pandemi memantik Perang Dunia III. Lantas apakah perang benar-benar akan terjadi? No one knows. Namun yang pasti, skenario paling ekstrem ini jelas bukan hal yang diharapkan oleh umat manusia di seantero jagad raya. Bagaimanapun juga perang hanya akan menimbulkan kerugian untuk berbagai pihak. Seperti kata pepatah ‘kalah jadi abu, menang jadi arang’. Semoga semua ini cepat berlalu dan situasi kembali normal.***(CNBCindonesia) Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/news/20200516143116-4-158983/bikin-ngeri-corona-bisa-jadi-pemicu-perang-dunia-iii/
  • Bagikan